Metode Montessori sering disebut sebagai pendidikan seumur hidup. Tidak mudah untuk menjelaskan apa yang dipelajari oleh anak-anak di metode Montessori karena mereka belajar bukan hanya kemampuan akademis dasar. Kebanyakan orang menganggap bahwa sekolah ialah tempat dimana satu angkatan mewariskan kemampuan dasar dan budaya kepada angkatan yang baru. Dari sudut pandang ini tujuan sekolah ialah menyelesaikan kurikulum, bukan mengembangkan karakter dan percaya diri dari anak. Seperti kita tahu kebanyakan sekolah termasuk sekolah yang kompetitif, anak harus menghafalkan tanpa mengerti. Setelah ujian selesai anda dapat menebak apa yang terjadi, semua hafalan itu akan hilang begitu saja. Hasil penelitian di dunia pendidikan akhir-akhir ini menimbulkan pertanyaan di system pendidikan tradisional. Kebanyakan anak-anak yang disebut "pandai" di sekolah ialah pelajar pasif. Mereka memperoleh nilai tinggi di sekolah karena mereka menghafal dan jarang sekali menanyakan pertanyaan, membaca materi tambahan, mengajukan pertanyaan kritis ke guru atau berpikir sendiri. Kebanyakan dari mereka ingin guru mereka memberikan jawaban yang benar dan kemudian mereka tinggal menghafalkan tanpa mengerti kenapa atau bagaimana untuk mendapatkan jawaban yang benar itu. Bila anda mendebat dan mempertanyakan tulisan di atas berarti anda bukan termasuk salah satu dari generasi ini. Bila demikian mungkinkah karena anak-anak kita yang menghendaki seperti itu? Jawabnya: Bukan!! Anak mempunyai karunia untuk selalu ingin tahu dan kreatif, terutama waktu mereka mengerjakan sesuatu yang menarik dan mereka pilih sediri. Disinilah konsep Montessori terbentuk. Sekolah Montessori berusaha mengembangkan anak yang penuh rasa ingin tahu, kreatif dan akhirnya intelek. Sekolah Montessori mempunyai prioritas yang berbeda dengan sekolah traditional dan tidak mementingkan menghafal tanpa mengerti. Tentunya anda bertanya,"Kalau begitu anak sekolah Montessori akan hafal lebih sedikit dibanding teman mereka di sekolah biasa?" Anda benar!! Tapi anak yang mendapat sistem Montessori akan menjadi lebih percaya diri, lebih mandiri terutama dalam berpikir. Ini disebabkan mereka lebih tertarik pada lingkungan sekitarnya bukan hanya mendapatkan nilai bagus. Hellen Keller, penulis terkenal, bahkan mempercayai ajaran Montessori. Hellen Keller menulis: | |||||||||
I believe that every child has hidden away somewhere in his being noble capacities which may be quickened and developed if we go about it in the right way, but we shall never properly develop the higher nature of our little ones while we continue to fill their minds with the so-called basics. Mathematics will never make them loving, nor will accurate knowledge of the size and shape of the world help them to appreciate its beauties. Let us lead them during the first years to find their greatest pleasure in nature. Let them run in the fields, learn about animals, and observe real things. Children will educate themselves under the right conditions. They require guidance and sympathy far more than instruction. | |||||||||
Bila kita renungkan kalimat terakhir Hellen Keller jelas-jelas menunjukkan dukungan dia akan kemandirian anak. Anak tidak membutuhkan perintah tapi arahan dan rasa simpati. Sekolah Montessori berusaha untuk mengajarkan anak rasa kekeluargaan dan membantu mereka untuk hidup berdampingan dengan orang lain. Dengan membentuk ikatan antara orang tua, guru dan anak, Montessori berusaha menciptakan lingkungan dimana anak dapat belajar untuk berdikari, menjadi bagian keluarga sehingga mereka dapat menyayangi yang lebih muda, belajar dari yang lebih tua, mempercayai orang lain dan belajar menjadi asertif bukannya agresif. Sekolah Montessori berbeda bukan karena materi pelajaran yang dipakai di kelas saja. Tetapi kelas ialah tempat dimana anak ingin berada karena kelas adalah rumah kedua bagi mereka. | |||||||||
Senin, 14 April 2008
Apa yang Membuat Montessori Berbeda?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar