Minggu, 23 Oktober 2011

GURU-di gugu dan di tiru


Sudah lama saya berinteraksi dengan anak-anak dalam hal ini mengajar di sekolah lokal. Sangat berbeda dengan kondisi di sekolah international dan anak-anak expat. Sama-sama mengajar tapi beda nuansa dan tantangannya. Sama-sama nikmatnya...


Anak-anak expat yang biasa saya pegang usia SD, sedang anak lokal TK

Saya sudah sekitar 8 tahun mengajar di sekolah A (sebut saja begitu) setiap tempat ada saja segi minus dan plus-nya.


Di sekolah ini kami biasa memeluk, menegur dengan kontak mata, merendahkan tubuh agar sejajar dengan mata dan tubuh anak-anak. Dan membiasakan bicara baik, menginformasikan ke teman yang mengganggu dengan ucapan: "maaf ya, aku nggak nyaman" bukan dengan membalas tindakan teman yang mengganggu. nilai-nilai moral secara umum sama dengan sekolah pada umumnya tapi saya rasa metode, tindakan guru serta yang paling penting kebesaran hati dan penerimaan guru akan keunikan anak-anak lah yang membedakan.


Di sekolah A:

Waktunya selesai makan. anak2 dibiasakan merapikan alat makannya sendiri. Awal tahun ajaran ada saja anak yang belum mandiri. tindakan guru menuntun tangan anak, duduk disisi anak menginformasikan dekat telinga anak bahwa hal yang perlu dilakukan setelah makan adalah bertanggung jawab merapikan alat makan dan memasukan kembali ke tas. bila murid belum mau kita tawarkan: ibu masukan kotak makan, bobby masukan botol minuman ya?..bila anak sudah mau melakukan kami akan memberikan reward berupa kalimat pujian dan arahan.

Disekolah B: (sekolah yang baru 2 bulan saya datangi)

Saya melihat sisa cococrunch masih di Tupperware di karpet. Saya bertanya: maaf, ini punya siapa?..harapan saya kami guru menginformasikan pada anak yang punya. Tapi seorang guru kelas bergegas mengambil sisa makanan tadi lalu berkata: ini punya si XX dia belum bisa tanggung jawab. Dan tangan guru tersebut membuang sisa makanan dan memasukan botol minuman anak sertaTupperware ke dalam tas anak.


Di sekolah A:

Ada anak yang belum bisa duduk diam mendengarkan materi. Kami maklum usia TK adalah usia bermain, kami hanya membiasakan anak untuk mengerti bahwa kita punya aturan dan ada waktunya kita mendengarkan atau bicara. Jadi kami menginformasikan: “Maaf, bobby.. teman2 yang lain sudah siap belajar. Kalau bobby masih ingin bermain silahkan keluar dari kelompok . silahkan duduk diluar kotak kalau sudah siap mendengarkan/belajar silahkan gabung lagi” mengeluarkan anak dari kelompok bukan bentuk punishment. Tapi kami mau anak mengerti saat ini dibutuhkan kerjasama antara anak-anak dengan guru. Guru memberikan materi dan anak mendengar. Bila belum siap tenang ada tempat yg sudah di tentukan untuk menenangkan diri atau menuntaskan bermainnya.


Dan masih di sekolah A:

Anak yang menjatuhkan barang2, anak yang mengeluarkan mainan dibiasakan untuk mengembalikan mainan atau barang yang tidak sengaja mereka jatuhkan. Ada saja anak yang bermain dengan melempar maianannya kemudian dibalas temannya. Memang asik main tanpa aturan…kita orang dewasa pun seringkali mendambakan hidup tanpa aturan. Tapi ini hal yang nggak mungkin terjadi dalam kehidupan J)

Dan kami menginformasikan: “maaf, dian..gunakan tangan untuk yang baik bukan untuk melempar ke teman. Silahkan bermain dengan tertib, buat suasana aman dan nyaman” bila saat bermain, berdoa, makan atau apapun ada dari anak-anak yang tidak tertib kami akan evaluasi. Berbicara, mengajak anak-anak untuk menilai perilaku mereka sendiri. Bukan menghakimi tapi mengarahkan anak untuk bisa berperilaku baik membuat aman dan nyaman situasi kelas. Setelah evaluasi kami akan melanjutkan materi.


Disekolah B:

Ada anak yang menjatuhkan buku-buku saat dia mengeluarkan crayon. 2 guru berdiri tegak di belakang murid dan berkata: “fadhlan, rapikan”!!!

Dan tubuh 2 guru itu tetap tegak, wajahnya tegas tanpa senyum. Tangannya tetap disamping tubuhnya tidak ada gerakan membantu anak tadi memasukan barang-barangnya. Dan setelah selesai tak ada kata-kata yang membesarkan hati anak akan apa yang sudah dia lakukan.


Dilain hari… biyan tersenyum dihadapan saya. Kemudian biyan melintas dihadapan saya naik ke meja dan berlari memutar. 2 guru berkata:” ck ck ck…dia emang begitu. Nggak ngerti kalo dibilangin”

Saya beri senyuman pertama untuk 2 guru tadi dan senyuman ke 2 untuk biyan. Lalu saya kejar biyan dan peluk biyan dari belakang. Saya bilang ditelinganya: “ikut mss endit” saya ajak biyan ke posisi samping meja dengan menggandeng tangannya. Dan saya bilang: ‘maaf, meja bukan untuk berjalan atau berlari. Biyan harus lewat mana?” biyan berlari melintas sebelah meja. Tanpa mejawab dengan kata-kata. Dan saya ambil lagi saya pegang tubuh kecilnya dan saya liat matanya:’biyan sudah tau jalan yang benar bukan di meja tapi di karpet. Jangan diulang lagi melintas meja. Jalan di karpet. OK?” dan biyan mengangguk tak lupa senyum.


Posting ini tidak bermaksud mengurai citra sebagian guru. Tapi saya ingin mengajak baik orangtua ataupun guru untuk bisa mengendalikan anak-anak, mendidik dan mengarahkan bukan saja dengan kata-kata yang tegas tapi didik anak-anak dengan hati. Pelukan, ucapan lembut yang kadang memang ada waktunya kita bicara tegas. Dan jangan mengabaikan sekecil apapun kebaikan yang anak lakukan. Jangan mengecam anak dengan pandangan tajam, sikap sinis atau ucapan yang mengecap anak.


Anak-anak perlu kehangatan saat mereka di didik. Bukan saja pengenalan untuk berlaku baik tapi contoh perilaku itu sendiri dari kita orang dewasa. Anak-anak yang dibesarkan dengan kehangatan, berbicara dari hati ke hati serta pelukan akan tumbuh dengan kehangatan hati pula. Dan bila mereka melenceng…nggak akan jauh dan mudah untuk diingatkan dengan teguran kecil karena hati mereka tidak berontak dan tidak terstempel dengan kata-kata negative untuk mereka…

Mereka akan tumbuh dan berkembang. pijakkan kaki mereka berawal dari rumah dan kedua mereka berpijak di sekolah kecil-TK. Kita yang memberikan contoh awal bagi kehidupannya kelak. Kita lebih senang mempunyai pemimpin di kantor yang berhati lapang, suka memberikan kritik membangun bukan menghina hasik kerja kita. kita senang melihat para orangtua yang bijak brrkata-kata dan berbuat, kita senang melihat supir angkot yang menyalakan mesin dengan mengucap basmalah, menikung tidak dengan nafsu mengalahkan sesama supir untuk mendapat kebih banyak setoran mengalahkan temannya, kita juga nyaman melihat para pekerja yang bekerja dengan hati...


Seperti itulah kita membayangkan dan berharap mereka esok hari...apapun posisi mereka ...mereka tidak kehilangan "HATI" untuk berbuat dan berucap...meskipun kondisi ekonomi tak senyaman harapan..

Dan dari kita mereka tumbuh...

Mari gunakan hati untuk mendidik mereka...



Selamat menjadi orangtua, nikmati moment ini karena Alloh memilih kita untuk jadi orangtua..


*salam hangat dari saya yang masih banyak belajar jadi orangtua*



(nama anak-anak bukan nama sebenarnya)

Tidak ada komentar: